Minggu ini (24/12/2017) aku lumayan sibuk sejak pagi hari. Ada project belajar yang harus diselesaikan yaitu memasang penguat sinyal internet. Sejak pagi otak-atik harus kelar dikarenakan di waktu berikutnya akan di sibukan dengan persiapan untuk menikmati long weekend ke dataran tinggi Dieng. Bukan hanya mengunjungi tempat biasa yang hanya dilalui sepeda motor/mobil melainkan aku akan melakukan pendakian di Gunung yang cukup tinggi bagiku yaitu Gunung Prau bersama 2 rekan saya mas Reza dan mbak Tika.
Karena ini pendakian perdanaku, saya sedikit bingung apa saja peralatan yang harus dibawa dari yang wajib dan opsional. Nah berkat artikel yang pernah aku tulis di sini Daftar peralatan Camping saya bisa sedikit tahu untuk mencari referensi dan dibantu oleh mas Reza, karena temanku ini sudah pernah mendaki ke Gunung Prau dan dari 3 orang ini yang paham soal pendakian hanya dia.
Anggap saja persiapan sudah siap dan tinggal keberangkatan menuju dataran tinggi Dieng desa yang begitu dingin. Janji bertemu di lapangan Denggung Sleman dan dilanjutkan menuju tempat meminjam alat camping, seperti tenda, kompor, dll.
Berawal Dari Sini
Berangkat dari kawasan lapangan Denggung pukul 16.00 wib. Karena kita hanya bertiga, saya menggunakan sepeda motor sendiri menggunakan sepeda motor yang sering aku gunakan (Suzuki Smash th 2003). Sebelumnya ingin menggunakan mobil, tapi karena ini hari libur jadi batal agar terbebas dari kemacetan yang panjang.
Tujuan pertama perjalanan kali ini ialah untuk meminjam alat camping di Magelang di rumah Simbah Gondronk. Dipanggil Simbah Gondronk karena rambutnya yang gondrong/panjang sedangkan dipanggil Simbah kemungkinan karena beliau pendaki senior dan profesional. Beliau banyak memberikan petuah kepadaku karena saya masih pemula sebelum berangkat ke Gunung Prau.
Ada kata-kata yang bikin geregetan bagiku saat Simbah Gondronk mengucapkan seperti ini “Masak naik gunung sendirian, besok tunggu saja pas sudah dapat foto keren di gunung kan di upload, nah nanti ada cewek yang ingin ikut, harus diajak biar gak sendirian“. Selain itu juga ada seperti ini,”Apabila kamu sudah bisa merawat sendiri saat berada di Gunung dengan kondisi apapun, jadi kamu sudah siap untuk merawat sang kekasih“, mungkin maksudnya pelaminan begitu. Ya intinya seperti itu beliau memberikan petuah yang berfaedah sedikit lupa tapi aku ambil intinya saja.
Packing ulang sambil ngobrol di temani gorengan di rumah Simbah Gondronk ternyata bikin lupa waktu. Adzan maghrib berkumandang, setelah semua selesai kami pamit kepada simbah Gondrok dan melanjutkan perjalanan menuju Basecamp Patak Banteng.
Perjalanan kali ini serasa cukup panjang, yang sebenarnya jogja – dieng bisa di tempuh dalam waktu 3 jam dengan kecepatan kurang lebih 80km/jam kali ini berbeda, Magelang sampai dieng bisa sampai 3 jam lebih. Bukan karena alasan, karena setiap merasa ya berhenti. Akhirnya setelah perjalanan yang cukup panjang sampailah di Basecamp Patak Banteng sekitar pukul 00.00 wib. Di dataran tinggi Dieng itu dinginnya luar biasa, mulai kedinginan di jalan Parakan-Wonosobo.
Persiapan kembali di Basecamp Patak Banteng, sebelum mulai pendakian wajib registrasi apabila tidak registrasi akan dikenakan sanksi, untuk melakukan pendakian tiap orang registrasi Rp.10.000,-. Karena target untuk mencari matahari terbit, kami istirahat sejenak dan akan dilanjutkan perjalanan mendaki pukul 02.30 Wib.
Gunung Prahu (terkadang dieja Gunung Prau) (2.565 mdpl) terletak di kawasan Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah, Indonesia. Gunung Prau terletak pada koordinat 7°11′13″LU 109°55′22″BT. Gunung Prahu merupakan tapal batas antara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Wonosobo.
Puncak Gunung Prauu merupakan padang rumput luas yang memanjang dari barat ke timur. Bukit-bukit kecil dan sabana dengan sedikit pepohonan dapat kita jumpai di puncak. Gunung Prahu merupakan puncak tertinggi di kawasan Dataran Tinggi Dieng, dengan beberapa puncak yang lebih rendah di sekitarnya, antara lain Gunung Sipandu, Gunung Pangamun-amun, dan Gunung Juranggrawah. (wikipedia)
Pendakian Perdanaku Dimulai
Pendakian perdana dimulai, sebenarnya bukan begitu yang “Wah” bagi pendaki lama, namun bagiku ini sebuah pengalaman yang luar biasa berjalan di hutan pada malam hari atau bisa di bilang pagi hari karena perjalanan ini di mulai pukul 02.30 Wib, 25/12/2017. Tas daypack yang sebelumnya berisi tak begitu banyak sampai di bascecamp berubah karena ditambah beberapa peralatan dan mulai bikin punggung capek (maklum masih pemula).
Dari Basecamp Patak Banteng mendapatkan peta kecil untuk rute perjalanan. Pendakian ini sebenarnya tidak sulit jalurnya karena sudah diberikan rute dan papan petunjuk hanya saja jalannya sangat menanjak bikin kaki terasa pegal.
Ditemani beribu-ribu bintang di atas Dataran Tinggi Dieng yang membuat pendakian ini terasa capek tapi terasa puas bisa melihat indahnya pemandangan bertaburan bintang yang jarang ada di perkotaan. Selain itu hawa dingin di Dieng pada waktu itu memang luar biasa, namun di saat mendaki dingin itu terasa hilang.
Perjalanan yang sebenarnya begitu cepat menjadi lambat karena menikmati sambil motret keindahan sekitar. Namun selain motret ada alasan tersendiri yaitu agar bisa berhenti untuk mengatur nafas agar bisa sukses melewati rintangan yang ada. POS 1 (Sikut Dewo) sudah terlewati dengan mulus, dan POS 2 (Canggal Walangan) juga sukses.
Berharap pagi itu bisa melihat Sunrise di Sunrise Camp ternyata sirna sudah, dikarenakan wajah-wajah pucat sudah terlihat dari saya dan mbak Tika walaupun raga ini masih kuat tapi mas Reza yang tahu akan keadaan dan situasinya akhirnya memutuskan untuk mendirikan tenda di POS 3 (Cacingan).
Alhamdulillah bisa tidur sebentar untuk mengisi tenga, sekitar pukul 09.30 tenda mulai di bongkar dan dilanjutkan perjalanan menuju Sunrise Camp. Jalur dari cacingan sampai puncak Sunrise Camp ternyata luar biasa tanjakan yang diberikan bikin kaki terasa loyo selain itu terik matahari yang menyinari membuat air mineral cepat boros. Akhirnya setelah berjalan beberapa jam pendakian ini sukses sampai di Sunrise Camp, tempat para pendaki mendirikan tenda paling banyak. Padahal masih ada Pandang lonte sore, Bukit Teletubies dan Pucak dari Gunung Prau. Tapi kami memilih untuk mendirikan tenda di Sunrise Camp karena mencari keamanan.
Malam Begitu Dingin, Sampai Mati Rasa
Anggap saja saat siang hari momment biasa saja karena cuma tiduran dan mendirikan tenda. Aku hanya tidur dikarenakan mata masih terasa berat untuk melihat indahnya sekitar. Sore hari mulailah pertempuran pikiran, di saat logistik semakin menipis dikarenakan jatah logistik hanya untuk hari itu saja bukan untuk menginap, tapi sudah sedikit gelap kalau turun perjalanan akan terasa gelap, selain itu senter yang kami bawa sudah redup.
Kami bertiga berunding bersama akhirnya membuat keputusan malam ini tidur di Sunrise Camp dengan logistik seadanya yaitu Air mineral dan Jahe sachet. Sedangkan sejak sampai di Dataran Tinggi Dieng kami belum makan nasi hanya makan mie rebus.
Proses perjalanan yang kami rasakan begitu tidak karuan, berharap tidur dan bertemu matahari terbit ternyata tidak sesuai ekspektasi. Hanya tidur terus bangun tidur dan bangun itu terus terjadi karena hawa dingin mulai menusuk badan, perlengkapan untuk menghangatkan badan ternyata tidak cukup padahal saya sudah menggunakan topi kupluk, buff, jaket tebal, celana pakai 3 lapis dan kaos kaki 2 lapis. Hasilnya tetap kedinginan dan dari paha sampai bawah kaki serasa mati rasa.
Apabila malam tak tidur akan terasa sia-sia padahal teman camping lainnya sedang serunya menikmati malam di sunrise camp tapi kami hanya berdiam diri tidur dengan cepat agar segera pagi karena salah satu cara menahan lapar dengan cara tidur.
Akhirnya (26/12/2017) terdengar kata “Bangun Sunrise, Bangun Sunrise” kata kata itu saling bersautan untuk membangunkan orang-orang dan menandakan bahwa matahari terbit akan segera muncul. Aku langsung bergegas keluar tanpa peduli dengan dingin yang menusuk sembari membawa kamera untuk mendokumentasikan cerita yang luar biasa ini.
Saya sempat kecewa matahari terbit tidak seperti hari sebelumnya yang indah, kali ini kabut sempat menutupi dan mengakibatkan matahari tertutup dan Gunung Sindoro. Walaupun tak mendapatkan matahari terbit yang indah, kami masih bisa mendapatkan pemandangan yang luar biasa dan hanya berucap syukur atas indahnya karunia yang diberikan oleh-Nya.
Itu saja fotonya, lainnya disimpan atau dijual kalau ada yang butuh hehe. Setelah mendapatkan hasil yang diharapkan selanjutnya kembali ke tenda dan persiapan untuk turun dan kembali pulang ke jogja. Sebenarnya saya tidak menyangka bakalan mendaki padahal pemikiran untuk liburan long weekend hanya camping tapi di tempat biasa, eh malah di bikin luar biasa.
Akhir tahun yang luar bisa yang tak akan terlupakan, apalagi sudah tertulis di blog lensa nasrul. Kemungkinan bisa ketagihan namun tunggu saja bagaimana selanjutnya cerita di setiap isi blog ini.
Sempat lupa tapi tak akan lupa, terima kasih untuk mas Eigner dan mbak Elisa yang telah meminjamkan mantrasnya kepada kita apabila tanpa mantras tersebut rasanya bagaimana malam hari itu yang begitu dingin. Dan tak lupa juga terima kasih buat Simbah Gondronk, pokonya istimewa semua.
Pemandangan dari ketinggian memang seringkali menerbitkan decak kagum. Jadi kangen Dieng dan sekitarnya 🙂
iya mas kadang sampai lupa gimana perjaungan sebelumnya, padahal sampai kewer kewer hehe…